Teori Biaya Produksi


TEORI BIAYA

Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan berubah ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Biasanya, biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Jika kita membeli sebuah produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk tersebut, maka tidak akan ada masalah yang timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya produk tersebut. Namun demikian, jika barang tersebut dibeli lalu disimpan untuk sementara waktu dan kemudian baru rumit lagi, jika barang tersebut merupakan aset yang bermacam-macam pada beberapa periode waktu yang tak terbatas. Lantas berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode tertentu?
Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya relevan (relevant cost). Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk melengkapi formulir pajak pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan diperlukan untuk membuat perincian jumlah rupiah yang aktual yang dikeluarkan untuk membeli tenaga kerja, bahan baku dan peralatan modal yang digunakan dalam produksi. Dan untuk tujuan-tujuan pembayaran pajak, pengeluaran rupiah historis adalah biaya relevan yang dimaksudkan di atas.
Nilai dari sejumlah input (faktor produksi) yang dipakai untuk menghasilkan produk (output) atau Nilai dari suatu pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu.

KONSEP BIAYA PRODUKSI

q Salah satu maksimisasi keuntungan produsen/ perusahaan adalah dengan minimisasi biaya produksi.
q Opporunity Cost, selisih biaya produksi tertinggi terhadap biaya produksi alternatif atas sumber daya yang digunakan.
q Biaya Eksplisit, pengeluaran aktual (secara akuntansi) perusahaan untuk penggunaan sumber daya dalam proses produksi.
q Biaya Implisit, biaya ekonomi perusahaan atas penggunaan sumber daya yang ditimbulkan karena proses produksi.

n3 konsep (fungsi) tentang biaya produksi, yaitu;
  • .Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) -> TFC = f (Konstan).
  • .Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost), TVC = f (output atau Q).
  • .Total Cost (Total Cost), TC = TFC + TVC


Ilmu Mikro - Makro


MASALAH POKOK EKONOMI



Permasalahan pokok ekonomi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. sedangkan alat pemuas kebutuhannya terbatas. munculnya masalah ekonomi ada 3 :

  • "What and how much"( Barang/jasa apa yang akan diproduksi dan berapa banyak?), Masalah ini menyangkut persoalan jenis dan jumlah barang/jasa yang perlu di produksi agar sesuai kebutuhan masyarakat: apakah bahan makanan yang dipilih? - apakah pakaian, tempat tinggal atau jasa lain? - serta berapa banyak barang tersebut di produksi?.
  • "How"(Bagaimana cara memproduksi), Setelah jenis dan jumlah produksi dipilih, persoalan yang harus dipecahkan adalah: bagaimana barang tersebut diproduksi? - siapa yang memproduksi? -sumber daya apa yang digunakan? - teknologi apa yang digunakan?.
  • "For whom" (untuk siapa barang/jasa diproduksi) umumnya muncul disebabkan adanya kelangkaan sumber daya ekonomi, Setelah pemecahan persoalan bagaimana memproduksi lebih lanjut adalah: untuksiapa (for whom) barang yang akan diproduksi? - siapa yang harus menikmati?.

Kelangkaan ini membuat masyarakat untuk melakukan produksi secara tepat dan efisien. mengapa?? karena jika kita gagal dalam melakukan produksi secara tepat dan efisien,maka akan berdampak buruk bagi perekonomian negara. contohnya seperti masalah What and How Much. jika kita salah dalam memilih barang apa yang akan diproduksi dan berapa banyak, maka kebutuhan manusia akan tidak terpenuhi.

begitu juga dengan How, jika kita gagal dalam masalah How ini, maka barang/jasa yang seharusnya bisa diproduksi dengan efisien bisa menjadi boros yang akan membuat barang semaking langka,pengeluaran negara menjadi banyak,dan ujung2nya akan membuat kebutuhan manusia tidak terpenuhi.

sedangkan masalah For whom,kita harus mengalokasikan barang/jasa ke golongan masyakarakat yang tepat, karena jika salah dalam mengalokasikan barang tersebut, maka akan berpengaruh buruk pada kegiatan ekonomi, dan ujung2 nya juga kebutuhan manusia menjadi tidak terpenuhi.

Tiga pertanyaan tersebut bersifat fundamental dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya serta selalu dihadapi oleh setiap negara(baik maju ataupun negara berkembang), Namun, Tidak semua perekonomian dapat memcahkan ketiga masalah tersebut dengan cara yang sama.

SISTEM EKONOMI INDONESIA

Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa perangai �kemenangan� sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi Ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.
Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi simplisistik semacam ini, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang �sosialistik� itu.
Kesimpulan yang misleading tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan dunia ini ternyata secara populer telah pula �mengglobal�. Sementara pemikir strukturalis masih memberikan peluang terhadap pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan membedakan antara runtuhnya negara-negara komunis itu secara politis dengan lemahnya (atau kelirunya) sistem sosialisme dalam prakteknya.
Pandangan para pemikir strukturalis seperti di atas kurang lebihnya diawali oleh fenomena konvergensi antara dua sistem raksasa itu (kapitalisme dan komunisme) a.l. seperti dkemukakan oleh Raymond Aron (1967), bahwa suatu ketika nanti anak-cucu Krushchev akan menjadi �kapitalis� dan anak-cucu Kennedy akan menjadi �sosialis�.
Mungkin yang lebih benar adalah bahwa tidak ada yang kalah antara kedua sistem itu. Bukankah tidak ada lagi kapitalisme asli yang sepenuhnya liberalistik dan individualistik dan tidak ada lagi sosialisme asli yang dogmatik dan komunalistik.
Dengan demikian hendaknya kita tidak terpaku pada fenomena global tentang kapitalisme vs komunisme seperti dikemukakan di atas. Kita harus mampu mengemukakan dan melaksanakan sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.
Globalisasi dengan �pasar bebas�nya memang berperangai kapitalisme dalam ujud barunya. Makalah ini tidak dimaksudkan untuk secara khusus mengemukakan tentang hal-hal mengapa globalisasi perlu kita waspadai namun perlu dicatat bahwa globalisasi terbukti telah menumbuhkan inequality yang makin parah, melahirkan �the winner-take-all society� (adigang, adigung, aji mumpung), disempowerment dan impoversishment terhadap si lemah. Tentu tergantung kita, bagaimana memerankan diri sebagai subyek (bukan obyek) dalam ikut membentuk ujud globalisasi. Kepentingan nasional harus tetap kita utamakan tanpa mengabaikan tanggungjawab global. Yang kita tuju adalah pembangunan Indonesia, bukan sekedar pembangunan di Indonesia.


Landasan Sistem Ekonomi Indonesia

Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan Beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, Asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama � bukan kemakmuran orang-seorang).

Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.
Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.
Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan �dikembalikan� ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.

sumber :